Aku, Jugun Ianfu

#30HariMenulis Day 10
- Kisah latar 1940-1945-

Aku sedang berjalan saat itu. Saat tiba-tiba sebuah truk berhenti tepat di depanku. Telah ada banyak wanita di dalamnya. Wanita Indonesia sepertiku. Semuanya memandangku yang hanya sendirian. Memandang dengan wajah datar.

Dua orang tentara Jepang kelar dari depan truk. Menghampiriku. Memegang kedua tanganku dan memaksaku naik ke dalam truk. Aku berontak, bahkan berteriak. Namun percuma saja. Aku tak mampu melawan.

___________

Kami dikumpulkan dalam sebuah ruangan. Entah gedung apa ini namanya. Banyak wanita yang ternyata telah mereka kumpulkan. Atau mereka culik lebih tepatnya. Semua warga pribumi. Semuanya memasang wajah takut. Saling bergerombol, berdekatan, berbagi rasa penasaran dan ketakutan.

Seorang pria jepang dengan seragam militer dan tempelan pin yang banyak naik ke atas podium di depan kami. Suaranya dibuat begitu berwibawa. Cih, kalian sudah tak ada wibawa di mata kami.

Dari apa yang dijelaskannya, kami yang dikumpulkan disini akan dijadikan perawat tentara jepang. Kami akan diberi upah dan kesejahteraan. Cukup menggiurkan. Tapi aku tak yakin dengan itu semua.

__________

Kami berada di ruang lain. Suatu ruangan luas yang kosong. Benar benar kosong. Kami hanya diperintahkan masuk ruangan ini dan menunggu tentara Jepang yang membutuhkan perawatan. Perawatan? Perawatan macam apa tanpa adanya perlengkapan? Perban? Obat luka? Apa-apaan ini?
Semua terdiam,memandang beberapa pintu yang terdapat pada tiap sisi ruangan. Dan akupun sadar. Ini adalah sebuah podium.

Tiba-tiba semua pintu terbuka. Ada sampai seratus tentara Jepang masuk memburu kami.Melucuti pakaian kami dan mulai memperkosa kami. Aku bingung. Menjerit. Dan ternoda. Satu wanita bisa dipakai 10 bahkan lebih tentara Jepang. Aku? Entah sudah berapa pria yang menikmati tubuhku.
Inikah perawatan itu...? Bangsat!

Kami ditinggalkan begitu saja, tanpa pakaan, berlemuran air menjijikan. Kotor. Dan terus berulang berkali-kali. Merawat tentara Jepang. Kami benar benar menjadi perawat. Aku menjadi perawat. Aku, Jugun Ianfu. Begitu sebutan mereka bagi kami.

Kami terkurung, tanpa makanan. Entah apakah hanya kami saja atau daerah lain pun sama? Apakah hanya tanah kami atau semua wanita di negeri ini akan mengalami hal yang sama? Aku tak kuat menahan semuanya. Kuambil helai helai kain pakaian yang rusak. Menyambungnya jadi satu hingga panjang, melilitnya di atas pintu, dan menggantung diriku. Aku lemah, aku tak kuat. Aku tak tahan. Aku (bukan) Jugun Ianfu

Leave a Reply