DUA

Dia berbeda setelah kejadian itu. Tidak ada lagi senyum yang tak pernah lepas itu. Tak ada lagi tawa yang menggema di seantero kelas. Kejahilannya pun hilang begitu saja. Apa ini karena kasus menghilangnya perempuan itu? Seberharga itukah bagi dia?




 23 Juni 2016

Tak seperti biasanya aku berjalan pulang melewati daerah ini. Daerah tempat dia tinggal. Entahlah mengapa aku seperti ini. Dia berbeda dari lelaki lainnya. Iya berbeda. Ya walau dia masih suka bergaul dengan lelaki lain pada umumnya,masuk tim sepakbola, suka jahil terhadap perempuan. Tapi ada hal lain yang membedakan dirinya dengan orang lain. Aura? Entah lah apa itu namanya.

Ada kelegaan setiap kali melihat wajahnya. Ada rasa bahagia setiap kali melihat tawanya. Seperti hari ini. Aku melihatnya di taman itu. Sendiri? Sepertinya tidak. Dia sedang berbicara dengan seseorang. Seseorang diatas pohon itu.

Aku memasuki taman itu beberapa saat setelah dia pergi. Aku ingin tahu dengan siapa dia berbicara. Tak mungkin dia berbincang dengan penunggu pohon itu. Jenglot? Kuntilanak? Genderuwo? Entah akan kubuktikan hal itu tidak ada.

“Ealah ada kunti ternyata disini” ucapku ketika aku sudah berada di dekat pohon itu. Bertengger disana perempuan yang selalu dengannya. Perempuan yang sudah menjadi temannya sedari kecil.

“sirik aja lu ah. Sini naik. Ada bakwan nih.” Ajaknya padaku. Aku hanya bisa tersenyum lantas duduk bersandar di bawah pohon itu.
“Btw, si Afri… dia gak nemenin lu disini?” tanyaku. Lebih ke ingin tahu soal Afri saja sebenarnya.

“ada pertandingan futsal sih bilangnya. Beneran nih gak mau bakwan? Jangan nyesel loh” godanya padaku.

“Gak ah, gw lagi ngurangin makan gorengan.”

“ah sok sehat lu. Kan gw jadi ngerasa bersalah sama badan sendiri.”

“hahaha, gw balik ya,gak nahan pengen tidur siang. Bye Kunti…”

“Bye… hati hati dijalan tar dipalak Tuyul”.

Sekarang

Aku tak pernah menyangka obrolanku dengannya di taman itu akan menjadi obrolan terakhir sebelum dia dinyatakan hilang. Apa jadinya jika aku menerima tawarannya untuk duduk di atas pohon dengannya saat itu? Apakah aku dapat membuatnya tak menghilang seperti sekarang?

Andai dia masih ada… setidaknya aku masih bisa melihat senyum di wajah Afri. Setidaknya kelas ini tidak akan terasa sesepi hari ini. Setidaknya….

Afri masih dengan wajah kusutnya. Diam di mejanya. Tak pernah beranjak semenjak saat itu. Aku tak tahan melihatnya seperti itu. Bukan dirinya yang biasanya. Ya memang aku menyimpan ketertarikan berlebih padanya. Kagum? Suka? Entahlah aku tak tahu dengan perasaanku sendiri. Aneh memang jika aku mulai menyukainya. Namun bukannya rasa suka itu hak setiap manusia?

Hari ini aku ikut mencari gadis itu.Kami memang berbeda komplek, tapi kabar tentang hilangnya dia telah menyebar hingga satu daerah sini. Setiap penjuru pasti sibuk mencari keberadaannya. Pun dengan diriku. Sudah kucari ke beberapa titik sampai bukit belakang komplek aku susuri. Nihil. Tak ada tanda tanda keberadaannya.

Dalam heningnya malam, aku sempat berpikir, bagaimana jika Afri yang hilang? Akankah aku akan berperilaku sama dengannya? Murung sepanjang hari. Hidup tanpa gairah sedikitpun. Mungkin saja, atau bahkan lebih. Walau dia tak pernah tahu perasaanku padanya.

Aku berhenti depan taman. Tempat dimana aku terakhir kali melihatnya sebelum hilang. Seseorang sedang duduk bersandar dibawah pohon itu. Persis seperti apa yang aku lakukan beberapa hari lalu. Bersenandung. Entah apa yang ia senandungkan. Tangannya merogoh kantung celananya enggan. Mengangkat telpon, dan sontak panik. Cahaya lampu taman kini menerangi wajahnya ketika dia mulai melompat panik. digoyang-goyangkannya handphonenya. Dia mencoba menghubungi seseorang dan gagal. Kini kulihat rautnya makin mengkhawatirkan. Dia menangis. Tak tahan aku melihatnya. Tergesa aku hampiri dia.

"Afri...?" dia menoleh kearahku, kaget.
"Rama?"

Leave a Reply