#30HariMenulis-Day 4-Diatas Atap 'Bagian 1' (fiksi)

Tak pernah ada yang tahu kapan cinta itu akan datang, dan pada siapa dia akan menerjang...
_________________________________________________________________________________


Wajahnya tak pernah hilang dari lamunanku. Memang aku tahu itu hanyalah sebuah kecelakan belaka, namun rasanya masih membekas. Bibirnya masih terasa menempel pada bibirku. Hangat.
***
Di melepas selimut yang menutupi tubuhnya. Turun dari tempat tidur dan beranjak. Aku terbangun. Melihatnya berjalan tanpa busana lantas membuatku bangkit terduduk dan melempar pakaiannya.
"Pakai! Dilihat orang berabe!"
"Kau sendiri msih telanjang. Lagipula aku hanya mengambil air minum. Tak lama. Kamar kita berada di lantai 10. Siapa yang bisa lihat kita?" Dia berkilah. Memungut pakaiannya, mengambil air minum, kemudian kembali menuju tempat tidur. Badannya yng atletis begitu sempurna dengan tambahan sedikit sinar mentari pagi. Peluhnya menetes perlahan menuruni dada bidangnya. Turun menuju perut kotaknya. Turun terus hingga berakhir pada tempat tidur.
"Kau tak pergi kuliah hari ini?" Tanyanya ketika dia lihat aku kembali merebahkan tubuhku. Ditariknya selimut yang menutupi bagian bawah tubuhku hingg akupun ikut bertelanjang dengannya. Aku hanya meliriknya, memalingkan wajah lalu kembali tidur. Tak kusangka, dia mendorong pantatku perlahan dengn kakinya. Lembut, namun mengejutkan. Dan menjatuhkanku ke lantai.
"Kuliah sono! Jadwal pagi kan? Hus!"
Dia tahu jadwal kuliahku. Semakin ribet karena dia begitu disiplin akan hal ini. Pernah sehari aku membolos kuliah. Dan tiga hari dia tak menjamahku. Jangankan menyentuh. Hanya sekedar menyapapun tidak. Dan kini, mau tidak mau aku harus pergi kuliah. Maka aku bangkit, mengambil pakaianku, dan menuju kamar mandi. Sekilas aku lihat dia melempar senyumnya padaku. Mengedipkan satu matanya.

Hangatnya air yang mengguyur tubuhku tak dapat melepaskanku dari ingatan itu. Sebuah kecelakaan yang sangat membekas. Dari cara dia berlari, jatuh, lalu menimpa tubuhku. Bibir kami yang bersentuhan menjadi klimaks dari tragedi itu. Rasanya tak pernah aku rasakan sebelumnya. Berbeda dengan dia yang kini sedang terduduk di kamar tidur. Perasaan ini... berbeda.
Rasa itu membangkitkan semangatku. Aku tahu dia satu kelas denganku. Hanya saja belum pernah sekalipun aku memperhatikannya. Namanya pun aku tak tahu. Tapi mulai detik ini, aku hrus tahu. Tak peduli apakah ini suatu perselingkuhan. Aku ingin tahu, aku ingin merasakan rasa ini.

Aku keluar dari kamar mandi. Tak disangka dia telah berdiri di depan pintu. Memegang tanganku dan menarikku dalam peluknya. Bibirnya terpagut dengan bibirku. Mencicip tiap senti bibirku. Tangannya bergerak, melepas handuk yang melilit tubuhku. Mengunciku dalam peluknya. Menempelkan kulit kami yang tak terhalangi.

Aku mendorongnya. Melepaskan pelukannya. Dia hanya tersenyum tipis. Merasa menang akan kejahilannya.
"Tetap mau pergi kuliah?" tanyanya dengan senyum jahil.
"Harus. Atau aku tak dapat menemukan senyummu itu." Ucapku. membelit kembali tubuhku dan melenggang pergi.
"Kau hampir sempurna, Rendi" Ucapnya. Menyebut namaku dengan suara seksinya.
"Ya, dan kau yang menyempurnakannya, Zeri." balasku. Melambaikan tangan padanya dan berganti pakaian. Lantas pergi meninggalkannya yang masih bertelanjang.


*Bersambung

Leave a Reply