#30HariMenulis-Day 5-Diatas Atap Bagian 2 (Fiksi)
Karena kehendak hati tak pernah ada yang tahu, pun dirinya sendiri...
_________________________________________________________________________________
Aku menelan ludah ketika tak sengaja aku berhadapan dengannya. Matanya yang yang indah sekilas melihatku. Senyumnya yang manis tersungging lembut menyapaku. Dan caranya bicara dengan temannya sungguh suatu hal yang luar biasa. Gerakan tangannya indah menghantar angin menerpaku. Gelombang kerudungnya yang tersibak kipas angin memancarkan kelembutan. Aku berjalan perlahan menuju ke arahnya. Diam sejenak di sampingnya, menoleh padanya.
"Makan siang bareng, Sya? Aku yang traktir."
Wanita itu hanya mengernyitkan dahinya. Memandangku lekat-lekat lantas menjawab.
"Boleh. Setelah aku selesai shalat." ucapnya. Kembali sibuk dengan obrolan dengan temannya.
Aku berbalik, berjalan menuju ruanganku. Membentuk tanganku layaknya sedang menelpon, lalu berteriak.
"Hubungi aku jika kau selesai dengan ibadahmu!"
Tanpa menunggu jawaban, aku langsung masuk ke dalam ruanganku. Menutup pintu, dan merebahkan diri di atas kursi panjang di samping pintu. Ku intip sekilas keadaan di luar. Orang-orang berbisik satu sama lain. pandangan mereka menelanjangi Rasya. Satu-satunya wanita yang membuatku tertarik. Stu-satunya wanita yang dapat membuat jantung ini berdetak lebih kencang. Walau aku tahu, banyak perbedaan antara kami berdua. Tak hanya materi, kepercayaan kami pun berbeda. Aku bukanlah muslim seperti dirinya.
Getaran handphone mengagetkanku. Sebuah pesan masuk dengan iringan ringtone khusus untuk dirinya,
Aku pulang malam.
Ada hal yang harus aku
bereskan malam ini juga.
Jangan begadng
nunggu aku. Kalo kamu
ngantuk tidur aja
duluan.
Love you Zer...
Rendi.
Rendi... orang yang juga mampu meluluhkan hatiku. Pria yang satu tahun ini menjadi pendamping rahasiaku. Tak ada yang tahu akan hubungan kami. Hanya aku, dia, dan Tuhan kami. Mungkin terkesan aneh atau bahkan menjijikan ketika kalian membayangkan dua orang pria saling jatuh cinta. Memadu kasih memagut hati. Tapi itulah kami. Dengan keadaan kami yang memaksa kami untuk seperti itu.
Bisa jadi kalian akan bertanya mengapa aku menjdi seperti itu.Seorang Zeri, pria anak orang kaya yang tampan dengan tubuh yang mempesona. Wanita mana yang tak akan tertarik denganku. Ingin menjadi pacaraku, menjadi istriku, atau sekedar hanya tidur denganku. Banyak dari mereka yang terang-terangan mengejarku. Hingga terkadang mereka langsung dengan sengaja menggodaku. Membelai-belai badanku, atau duduk dalam pangkuanku. Menggelinjangkan tubuh mereka yang hanya ditutupi beberapa helai kain. Tapi sayang, aku tak tertarik pad mereka. Pada tubuh mereka yang merka umbar kemana-mana. Pada sikap mereka yang berlaku bak kucing manja. Pada aksen bicara mereka yang banyak desah. Aku tak tertarik akan hal itu. Aku lebih tertarik pada tubuh Rendi yang atletis. Pada suara beratnya yang seksi. Pada sikap cueknya. Pada marahnya. Tapi tunggu. Bukan hanya itu. Aku juga suka pada ketertutupan Rahsya. Pada cara bicaranya yang tegas tanpa desah. Pada tubuhnya yang tak pernah dia umbar. Pada senyumnya, bicaranya, suaranya saat mengucap salam. Aku suka. Aku suka mereka apa adanya.
Pintu terbuka tiba-tiba. Seorang wanita dengan pakaian rapi masuk. Blazer hitam yang dikenakannya meninggikan wibawanya. Rambut pendeknya memperindah keangkuhannya. Rok pendek yang dikenakannya membuatnya terlihat lebih tinggi dari seharusnya. Matanya tegas. Memperhatikan apa yang ada di dalam ruangan.
"Ma..mama? Ada apa datang sepagi ini?"
"Hanya ingin menjenguk anak mama yang tak pernah sekalipun pulang kerumah. Hingga laporan perusahaan pun harus sekretarismu yang datang. Sesibuk itukah kamu?" Wanita itu menjawab dengan nada sinis. Duduk tepat disebelahku.
"Dan satu lagi. Umur mama tak muda, sudah layak mendapat cucu, dan mama tak pernah mendengar bahwa kamu akan menikah, atau bahan memiliki pacar. Maka dari itu, mama membawa jodoh untukmu." Mama melanjutkan perkataannya. Tanpa melihat reaksi anaknya ketika ia dengan mudahnya mengatakan membawa jodohku.
"Karina, masuk!" teriaknya. Masih dengan nada angkuh dan sinisnya.
Seorang wanita, dengan dandanan yang tidak jauh berbeda dengan mama, hanya saja dia lebih muda, masuk ke ruanganku...
*bersambung