#30HariMenulis-Day 13 (Horror Time)-Deadline

Karena kau tak pernah tahu bahwa kau tak pernah sendirian...
______________________________________________________________
Aku parkir motorku ke dalam garasi. Bau lembab langsung menyeruak menusuk hidungku. Entah sudah berapa lama rumah ini kosong. Tak pernah ada yang menghuni semenjak nenek dan kakek kami bawa ke rumah. Ayah adalah anak satu satunya, sehingga ketika mereka kami bawa, tak ada yang menempati rumah ini. Dan sekarang untuk sementara waktu, aku akan tinggal disini hingga pekerjaanku selesai.

Aku ada seorang penulis lepas. Terkadang menjadi seorang Ghost Writer. Pernah aku menulis untuk seorang artis nasional. Aku yang membuat dan dia yang terkenal. Tapi mau bagaimana lagi, itu sudah pekerjaanku. Dn sekarang aku diminta sebuah majalah horror untuk menulis sebuah kisah misteri. Tak tanggung-tanggung, aku diberi waktu hanya satu minggu saja! dan kini tinggal tiga hari menjelang deadline. Redaksi sudah menelponku berkali kali. 

Aku sengaja memilih tempat ini sebagai tempat kerjaku sementara. Tempatnya sunyi. Berada di sebuah kampung kecil di atas bukit. Dengan pemandangan yang indah. Kiri kanan rumah ini adalah sebuah kebun milik kakek yang sudah terbengkalai. Kotor, penuh rumput liar. Sedikit tetangga dan kebanyakan dari mereka adalah lansia atau anak kecil. Kebanyakan anak muda pergi ke perkotaan untuk mengadu nasib. 

Aku membuka pintu garasi menuju dapur. Debu langsung menyambutku. Gelap dan lembab. Di sebelah kiri dapur terdapat kamar mandi yang hanya digunakan nenek untuk mencuci. Keluar dari dapur, masuk ke ruang keluarga yang dikelilingi tiga buah kamar. Kamar kakek-nenek, kamar ayah (dulunya) dan kamar tamu. Ada kursi dan meja dengan ukiran tua di tengah ruangan. menghadap ke arah televisi tua keluaran pertama. Ya, televisi hitam-putih jaman dulu kala. Di sebelah kursi tua, terdapat piano yang juga tua. Aku berjalan ke arah piano itu, mencoba memencet beberapa tuts dan masih bagus. Masih bisa digunakan sepertinya. Aku berjalan masuk ke dalam kamar ayah. Sepertinya aku akan menggunakan kamar ayah sebagai kamarku.Aku akan bekerja disini. Aku simpan semua barangku dan bergegas masuk kamar mandi.

18.30. Aku telah bersiap di meja kerja ku. Laptop telah menyala dan memperlihatkan tulisanku sebelumnya. Tentang seorang penjaga kamar mayat. Sedikit menguap karena kelelahan. Aku memaksakan diri untuk melanjutkan ceritanya.

Bambang menarik napasnya perlahan untuk menenangkan diri. Dia yakin bahwa posisi mayat itu tidak seperti itu tadi. Dia berjalan perlahan menuju mayat itu. Mayat seorang gadis yang meninggal dibunuh oleh sekawanan pria setelah diperkosa bergiliran. Dia dibakar hidup-hidup setelah direngkut keperawanannya.
Semilir angin berhembus mengelus lehernya. Mengantarkan suasana dingin yang mencekam. Dengan lembut dia kembali memindahkan tangan mayat itu ke posisinya semula. Saat dia berbalik, semakin tercekat dia. Semua mayat yang ada di ruangan tersebut berubah menjadi mayat gadis itu. Tak hanya itu, semua mayat itu sedang terduduk, dengan wajah gosong dan kulit melepuh tanpa rambut. Dagingnya kemerahan terlihat dengan jelas. Bagai daging yang dimasak tanpa minyak, dari pori gadis itu keluaran cairan lemak, menetes ke lantai. Mayat itu, semuanya, menggerakkan kepalanya, terayun kiri kanan dan....

PRANK! Sesuatu mengagetkanku. Seperti ada benda jatuh di kamar kakek-nenek. Aku segera bergegas ke sana. menyalakan lampu dan melihat sekeliling. Tak ada apapun. Tak ada benda jatuh. Aku pun mematikan lampu dan kembali ke kamar. Sesampinya di kamar, tampilan laptopku berubah ke desktop. Padahal aku yakin tidak me-minimize sebelumnya.

Aku kembali membuka draft tulisanku. Dan ketika aku sampai pada halaman akhir yang aku tulis, terdapat satu kata yang sebelumnya tak pernah aku tulis dengan ukuran hurup yang besar.

HI.....

Aku bergidig. Siapa yang menulis ini sebenarnya?
Drrrttttt tiba-tiba ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk.

"Gw gak mau tahu. Tulisan lu 
harus ada di meja gw lusa!"

Aku segera menghapus tulisan tadi dan melanjutkan pekerjaanku.

...mayat itu mendongak ke arahnya. Bambang ketakutan dan segera pergi dari tempat itu. Berlari menyesuri lorong hingga menabrak seorang suster.
"Pa Bambang? Kenapa lari?"
"Bu Fetty, itu.. mayat yang tadi sore... itu..." Bambang menunjuk ke arah ruang mayat.
"Ada apa dengan saya Pak?"
Bambang menahan napasnya. Sosok suster Fetty telah berubah menjadi sosok mayat gadis itu. Kembali, Bambang lari tunggang langgang. Meninggalkan suster Fetty yang terbengong sendiri.

Tiba-tiba kurasakan ada yang membelai punggungku. Sangat lembut. Seperti tangan seorang anak kecil. Aku menoleh ke arah kananku. Dan benar saja. Seorang anak kecil sedang berdiri menatapku. Pakaian nya kucel, Rambutnya panjang acak-acakkan. Sorot matanya tajam menatapku. Tangannya memegang sebilah pisau dapur. Diangkatnya tangannya, dan... Jleb!

Aku terbangun dari tidurku. Ternyata aku tertidur di atas laptop. Mataku begitu berat. Aku mendongak melihat kerjaanku. Kembali ada tulisan besar yang muncul.

Jangan Dihapus!

Aku mendesah marah. Segera aku hapus tulisan itu. Ketika aku akan melanjutkan, tiba-tiba piano itu mengalun dengan sendirinya. Sebuah musik klasik mengalun. Canon... Canon... entah aku lupa apa judulnya. Hanya saja, semakin lama temponya semakin cepat. Seperti seseorang yang sedang marah. Diakhiti dengan nada tinggi dan jeritan. Jeritan kesakitan.

Aku berbalik. Menutup pintu dan menguncinya. an saat aku menatap layar laptop. Tulisan itu lagi-lagi muncul.


SUDAH KUBILANG JANGAN DIHAPUS!

Aku terbelalak. Tepat di kaca jendela, Bayanganku terpantul. Dengan sosok anak perempuan kucel yang sedang memegang sebilah pisau dapur. Tepat disampingku. Menyeringai...

Leave a Reply