Something - #30HariMenulis 2015 day 2 -

Melihat dirinya terbaring lemah di atas tempat tidur dengan beberapa selang yang memasuki tubuhnya tak sedikitpun menggerakan hatiku. Tetap sama, flat, tak ada apapun yang kurasakan. Dada nya naik turun pertanda selang oksigen berhasil mengalirkan udara ke daam paru-paru nya. membiarkannya tetap hidup dengan kondisinya seperti itu. Beberapa luka di tubuhnya masih terlihat, pelipis yang di balut perban, tangan dan kaki patah, rusuk retak. Sudah seperti mummy saja tubuhnya.

Pintu ruangan terbuka. Muncul seorang wanita paruh baya dengan tergesa. Wajahnya merah menahan emosi berlebih.Dia hanya berdiri memandang tubuh itu. Tubuhnya bergetar. Matanya mulai mengeluarkan air. Digigitnya bibir bagian bawahnya untuk menahan diri agar tidak berteriak, ataupun menangis meraung-raung. Wanita lain yang lebih muda, bahkan lebih muda dari pria lemah yang terbaring itu, layaknya sang ibu, hanya dapat berdiri mematung. Matanya melotot tak percaya akan apa yang dia lihat. Tak tahan, dia berlari keluar ruangan, menabrak beberapa orang yang juga mematung di depan pintu.

Aku hanya bisa diam melihat kejadian itu. sedikit sakit hati karena aku tahu mereka begitu menyayanginya. Jangan harap akan muncul pria separuh baya di ruangan itu. Tak ada ayah baginya. Pria yang harusnya memiliki label ayah itu pergi begitu saja ketika dia berumur 5. pergi dengan wanita lain yang menurutnya lebih memikat.

Wanita paruh baya itu mendekat. mengecup kening pria itu dan duduk disampingnya. Kuliaht wajahnya berubah tegar. Dihapusnya airmata yang tertahan di kelopaknya. Kudengar peln dia berbisik, "Ibu taka akan menangis,Nak, karena ibu tahu kau sedang berjuan disana, kau kuat Nak, Kita kuat dan akan kita lalui semuanya bersama." Dan dapat kurasakan hangatnya aura disana.

Beberapa jam kemudian, saat aku sedang memperhatikan ibunya yang sedang tertidur, masuk seorang wanita dengan seorang pria disapingnya.

"Rio..." gumam wanita itu. Si ibu terbangun, melihat wanita itu dan tersenyum. Lantas bangkit dan meninggalkan ruangan.
"Gak papa Bu, disini saja gak usah keluar. Saya tidak akan lama" cegahnya.
"Saya sekalian beli makan, Nak Risa." si ibu pun keluar dari ruangan tersebut.

"Rio...maaf"
Risa, menangis tak karuan di samping tubuh lemh Rio. Lelaki disampinya merangkulnya. menengakannya yang semakin tak karuan. Tak ada kata kata lain selain maaf yang diucapkannya. Sampai beberapa saat kemudian mereka keluar dari ruangan ini.

Aku langsung mendekat. Sangat dekat hingga wajahku dan wajahnya hanya berjarak beberapa centimeter saja. Tak tahan, aku langsung berteriak padanya.

"Kau tahu wanita itu tak layak bagimu! Kau tahu dia selingkuh di belakangmu! Dan sekarang, selingkuhannya dia bawa kesini! Gila kamu! Wanita seperti itu masih saja kau pertahankan!"

Pintu terbuka dan aku langsung menjauh. Aku masih marah. Darahku makin panas, bergejolak. Ibu datang dn kembali duduk disampingnya.
Tiba-tiba tubuhnya berguncang. Awalnya tak begitu kuat. Namun makin kesini makin kuat. Guncngan tubuhnya membuat tempat tidurnya ikut bergoyang. Ibu panik dan berlari mencari dokter. Aku ikut panik namun tak mungkin aku keluar ruangan ini. Aku berjalan hilir mudik menunggu dokter datang."Tidak, ini belum saatny" lirihku.

Dokter datang tergesa diikuti dua orang suster dan ibu. Ibu berdiri memandang dokter yang dengan sigap menghentikan guncngan pada tubuh Rio. Tanpa sadar ibu menangis dalam diam. Pelan dia berucap.
"Tuhan, saya ikhlas bila saya harus kehilangan dia sekarang. Saya ikhlas jika dengan berpulangnya dia, semua rasa sakitnya hilang. Saya ikhlas"

Hening. Nyaman. Hangat. Aku rasakan itu semua. Ini waktunya.
Aku pergi keluar ruangan itu. Seketika ku dengar teriakan adikku yang baru masuk.
Aku, Rio Sidharta, aku kecelakan setelah memergoki tunanganku tidur dengan dengan pria lain di apartemennya.


Note:
- Buku yang diambil: Cado Cado 3
- Kata pertama yang dibaca: Melihat

Leave a Reply