Alive

#30HariMenulis Day 8
-Ternyata dia belum mati... -

Ternyata dia belum mati....
Refleks aku langsung menjauh dari tubuhnya. Aku takut dia tiba tiba bangun dan menerkamku. Menyiksaku bahkan membunuhku. Aku takut. Aku gemetar. Kakiku lemas. Aku terduduk. Merangkak menuju ujung ruangan. Gemetar. Kupeluk lututku sendiri. Ku gigiti jemariku. Aku takut.

Aku telah diam di ruangan ini entah berap lama. Tak ada akses bagiku untuk melihat dunia luar. Pintu selalu terkunci. Tak ada jendela. Hanya ada ventilasi kecil di dalam ruangan. Tidak. Ada dua. Yang satu di kamar mandi. Dinding ruangan yang bercat merah seakan membuatnya menjadi sangat sempit. Tak ada kursi, meja ataupun leari. yag ada hanya tempat tidur tipis tanpa ranjang. tanpa sprei dan hanya ada 1 bantal saja. Tak ada apapun di dalam ruangan ini. Hanya itu yang aku punya. Tidak. Bukan. Bukan punyaku. Tapi yang di berikan padaku.

Aku hanyalah tawanan dirinya. Yang dia pakai sesuka hati kapan pun dia mau. Aku lupa kapan pertama aku dikurung di tempat busuk ini. Berbulan-bulan sepertinya. Entahlah aku lupa.

Umurku 15 tahun ketika aku dibawa kesini. Tepat saat ibuku meninggal. Ya, beberapa saat setelah ibu meninggal dia membawaku ke rumah ini. Dan mengurungku disini. Dia yang kini tergeletak disana. Dia... Ayah tiriku.

Aku hanyalah mainan baginya. Semenjak ibu masih hidupku dia terkadang suka mencuri pandang ke arahku, atau pura-pura tak sengaja menyentuh tubuhku. Kini, setelah ibu tiada dia merdeka. Bebas melahapku kapan saja. Aku tak dapat menolak,tak dapat membela diri. Apa daya kekuatan anak 15 tahun dibanding pria kekar berusia 40 tahun.

Pernah ketika aku sedang tidur dia masuk dalam keadaan mabuk. Langsung membuka paksa baju yang kupakai. Dan tanpa ba-bi-bu langsung melakukannya. Takut, kaget, sakit. semmua bercampur aduk. Kesal, marah, benci, semua berkumpul jadi satu. Namun apa daya aku hanya bisa terdiam.
Hingga hari ini aku memiliki kesempatan. Kuraih sepatu bootnya ketika dia sedang menikmati tubuhku. Dan ku hantamkan sekeras mungkin tepat pada pelipisnya. dia roboh. Aku sempat berdiri namun dia kembali sadar dan sekali lagi, aku hantamkan sepatu besarnya ke pelipisnya. Tak puas, aku hantam kembali sampai dia benar benar roboh. Kukira dia mati, tapi tidak. Dia masih bernapas dan pasti akan sadar kembali. Tak ada celah bagiku selain lari.

Aku memperhatikan tubuhnya. memasang kuda-kuda untuk lari.kutahu dia menyimpan kuncinya di saku celana yang kini hanya dia pakai se lutut. Aku harus mengambilnya dan pergi keluar. Harus! Maka kuambil kembali sepatunya. Sepatu ini begitu besar dan berat. Tak heran dia bisa sampai tak sadarkan diri.

Perlahan aku berjalan mendekat. Sangat pelan hingga tak menimbulkan suara sedikit pun. Jangan sampai aku membangunkannya. Kurogoh saku celananya. Sulit. Terlalu sempit.Aku tak ingin menyerah. Kupaksakan tanganku merogoh saku celananya. Tetap sulit. Terlalu sempit dan terhimpit tubuh kekarnya.

Dia hidup! dia terbangun! Dia berbalik telentang. Gawat! Dia akan bangun dan membunuhku!

Aku melompat meduduki tubhnya. Tak ambil waktu lama, aku hantamkan sepatu besarnya tepat di wajahnya.

Sekali,
Dua kali,
Tiga kali,

Terus ku hantamkan sepatu itu ke wajahnya tanpa ampun.

"Anjing!"
"Setan!"
"biadab!"
"Mati kau!"
"Mati!"
"Mati!"

Aku tak hentinya memaki seraya ku hantamkan kembali sepatu itu. Darah keluar dari semua arah. Tak hanya darah, ada cairan kuning ikut keluar dari kepalanya. Dia tak lagi meronta. Dia diam. Diam... Dia mati!

"hahahahahahaha mati kau bangsat! Hahahahahahaha"

Aku tak dapat berhenti tertawa. Dia mati. Hahaha dia mati.

Mati
Mati
Mati
Mati
Mati

Categories: Share

Leave a Reply