PATH : The Begining -21HariMenulis-

"Karena misteri terdalam pada diri manusia adalah hati,hingga pemiliknya pun tak pernah tau apa yang diinginkannya" -tamz-
_________________________________________________________________________________


Namanya Fay, entah mengapa aku bisa mengenalnya. Berawal dari basa basi chat dsebuah media sosial yang berujung pada pertemanan nyata. Kami bekerja pada bidang yang sama. Financing. Berumur sama, dan sama-sama tidak menyukai sayuran. Kami begitu dekat. Atau mungkin.........Terlalu dekat.

Aku memutar ballpoint yang sedari tadi aku biarkan tergeletak begitu saja diatas meja. Menemani buku tulis tebal yang masih bersih. Entah aku tak tahu harus menuliskan apa. Tentangku? Tentangnya? Atau tentang kami. Aku sudah berniat untuk menuliskannya dari jauh hari. Bukan lebay, hanya saja aku ingin apa yang tengah terjadi menjadi bukti kalau aku pernah melewati hal seperti ini. Hal tak wajar yang entah akan membawaku kemana nanti.

Fay Fay Fay Fay Fay.... Namanya terus bergema di kepalaku. Pria berkacamata yang entahlah mengapa bisa merubah kehidupanku seketika. Pria tinggi dengan tubuh kurus yang senyumnya tak pernah hilang dari benakku. Dia yang menggerakanku untuk mulai bercerita tentangnya. Tentang Fay...

Aku terdiam. Ballpoint yang aku putar-putar terjatuh. Terlonjak aku segera mengambilnya. Menggoreskannya pada buku tebal yang sedari tadi menunggu untuk dijamah. Dan dengan beringas aku menuliskannya.

"TENTANG DAN..."

Judul yang akan aku pakai untuk tulisanku. Menyamarkan nama Fay menjadi Dan, berharap dia tak tahu bahwa aku menuliskan tentang dirinya. Atau haruskah dia tahu agar dia tahu apa yang sebenarnya terjadi? Ah, biarlah hal itu berjalan dengan sendirinya.

Handphoneku bergetar. Satu nama yang muncul. Memanggil. Fay. Haruskah kuangkat atau aku biarkan begitu saja? Oh, kalian tak tahu mengapa aku bsa seperti ini. Kan kuberitahukan pada tulisanku nanti. Hanya saja, sedikit bocoran untuk kalian. Fay adalah orang pertama yang berhasil menciumku. Ya kami berciuman kala itu. Dan itu adalah ciuman pertama sepanjang hidupku. Namun, hal yang membuatku makin gusar adalah, kami berdua sama sama pria.

Kuangkat teleponnya. Suaranya yang begitu lelaki langsung menerobos memasuki kupingku.

"Dimana? Wanna meet up?"

Seperti terhipnotis aku menjawab datar, "OK, kirim alamat hotelnya"

-To be Continued-

Leave a Reply